Pages

Friday, November 25, 2011

Profil Mazhab Imam Syafi'i & Penyebarannya

A. Mazhab Ahli Sunnah Rosmiyah, (Resmi) ada 4:
  1. Madzhab Hanafi : Yaitu madzhabnya Imam Abu Hanifah an Nu'man bin Tsabit, Lahir di Kufah pada tahun 80 H dan meninggal pada tahun 150 H.
  2. Madzhab Maliki : Yaitu madzhabnya Imam Malik bin Anas bin Malik, lahir di Madinah pada tahun 90 H dan meninggal pada tahun 179 H.
  3. Madzhab Syafi'I : Yaitu madzhabnya Imam Abu Abdillah bin Idris bin Syafi'i, Iahir di Gozzah pada tahun 150 H dan meninggal pada tahun 204 H.
  4. Madzhab Hambali : Yaitu madzhabnya Imam Ahmad bin Hambal, lahir di Marwaz pada tahun 164 H dan meninggal pada tahun 241 H.
B. Profil Mazhab Syafi’i

Mazhab ini dibangun oleh Imam Abu Abdillah bin Idris bin Syafi'I, seorang keturunan bani Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Gozzah, Falestin pada tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi).

Pada usia sembilan tahun imam syafi'i sudah menhafal Al Qur-an secara utuh, setelah itu ia mulai mempelajari ilmu-ilmu lainya, seperti ilmu: Bahasa, Syi’ir, Hadits dan Fiqh, Dll.
Imam Syafi'i hidup di zaman pertentangan antara aliran Ahli Hadits dan Ahli Ra'yi. Imam Syafi’i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahli Hadits dan berguru pula kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahli Ra'yi yang juga muridnya Imam Abu Hanifah.

C. Masa Belajar Imam Syai’i
  1. di Makkah
  2. di Madinah
  3. di Yaman
  4. di Baghdad, Irak
  5. di Mesir
D. Dasar-dasar Mazhab Imam Syafi’i
  1. Al-Quran.
  2. Sunnah
  3. Ijma'
  4. Qiyas
E. Karangan (Kitab) Imam Syafi’i, di antaranya:
  1. Al-Umm
  2. Musnad as-Syafi’i
  3. As-Sunnan
  4. Kitab Thaharah
  5. Kitab Istiqbal Qiblah
  6. Kitab Ijab al-jum’ah
  7. Sholatul ‘Idain
  8. Sholatul Khusuf
  9. Manasik al Kabir
  10. Kitab Risalah Jadid
  11. Kitab Ikhtilaf Hadist 
  12. Kitab Syahadat
  13. Kitab DhahayaK, dll
F. Qaul Qadim dan Qaul Jadid

Imam Syafi'i pernah menetap di Baghdad, Iraq. Dan Selama tinggal di sana, ia mengeluarkan ijtihad-ijtihadnya, yang mana disebut sebagai Qaul Qadim.

Karena adanya pergolakan serta munculnya aliran Mu’tazilah yang ketika itu telah berhasil mempengaruhi Kekhalifahan. Akhirnya Imam Syafi’i pindah ke Mesir, ia melihat kenyataan dan masalah yang berbeda dengan masalah sebelumnya (ketika tinggal di Baghdad). Imam Syafi’I kemudian mengeluarkan ijtihad-ijtihad baru, yang dinamakan sebagai Qaul Jadid.

Para ulama pun berbeda pandapat mengenai Qaul qodim dan Qaul jadid. Pendapat pertama, mengatakan: Jika terdapat perbedaan (kontradiksi) antara Qaul jadid dan Qaul qadim, maka boleh mengunakan salah satu diantaranya.
Pendapat kedua: Qaul Jadid secara mutlak dianggap sebagai pendapat madzhab (Syafi’i), dalam hal ini Imam Syafi’i pernah berkata : “Tidak dibenarkan menganggap Qoul Qodim sebagai pendapat madzhab”. Dan ini selaras dengan Qoidah Usuliyah, yang menyatakan: “Jika seorang mujtahid berpendapat, kemudian (setelah itu) ia berpendapat lain, maka yang kedua dianggap Ruju’/ralat bagi yang pertama.

G. Proses Penyebaran


Penyebar-luasan pemikiran Mazhab Syafi'i berbeda dengan mazhab sebelumnya (Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki) yang mana lebih dominan dipengaruhi oleh Kekhalifahan. sedagkan pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi'i lenih disebar-luaskan oleh para murid-muridnya. Diantara murid-muridya yang dari Mesir, diantaranya:
  • Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 846)
  • Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 878)
  • Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 884)
H. Daerah/negara yang Menganut Mazhab mayoritas Syafi’i:
  1. Libia
  2. Indonesia
  3. Pilipin
  4. Malaysia
  5. Somalia
  6. Palestina
  7. Yordania
  8. Libanon
  9. Siriya
  10. Irak
  11.  Hijaz
  12. Pakistan
  13. India
  14. Jaziraa, dll.
J. Perkembangan Mazhab Imam Syafi’i (di Indonesia)

Setelah kerajaan Fatimiyah ditumbangkan oleh Sulthan Shalahuddin Al Ayubi di Mesir pada tahun 577 H. Mulailah Shalahuddin mendatangan muballig-muballig Islam bermazhab Syafi’i ke bergagai negara, termasuk Indonesia. Salah satunya: Ismail Ash Shiddiq yang dikirim ke Pasai untuk mengajarkan Islam bermazhab Syafi’i.

Ismail Ash Shiddiq lalu mengangkat seorang raja kebangsan Indonesia di Pasai (1225-1297 M), dengan sebuah gelar Al Malikush Shalih. Berkat pengaruh Sulthan Al Malikush Shalih ini raja-raja Islam di Malaka, Sumatera Timur, dan Pulau jawa mulai berbondong-bondong menganut mazhab Syafi’i.

Hingga berkembanglah mazhab sayfi’I di berbagai daerah, seperti: Minangkabau Timur, Batak, Ujung Pandang, Bugis, Demak dan Cirebon.

K. Ulama-ulama Islam bermazhab syafi’i
  • Syaikh Nuruddin Ar Raniri
  • Syaikh Arsyad Al Banjari, yang kemudian menjadi mufti di Banjarmasin.
  • Syaikh Yusuf Tajul Khalwati dari Makasar, yang kemudian menjadi mufti di Banten di bawah naungan Sultan Ageng Tirtayasa.
L. Organisasi Bermazhab Syafi’i
  • Nahdlatul Ulama’ (NU)
  • Nahdlatul Wathan (NW)
  • Al am’iyatul Washilah
  • Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan lain sebagainya.
Cairo, 25 november 2011. 17.39
By: Didi Suardi

Deskripsi Kongkow, tema: "Kenapa Indonesia Ber-mazhab Mayoritas Syafi'i"

Pada minggu lalu kita telah berbincang mengenai Sekulaisme yang ditinjau dari kacamata Islam. Setiap orang terlihat memiliki persepsi/pandangan yang berdeda dalam memaknai Sekularisme, akan tetapi islam telah memiliki satu jalan yang utuh, sebagai pedoman hidup manusia untuk meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat (kelak).

Dan untuk tema kongkow berikutnya, kita akan mencoba berbincang dan mengkaji kembali tentang Mazhab, dalam hal ini adalah mazhab Imam Syafi’I. Yang mana secara mayoritas hampir semua mayarakat Indonesia ber- mazhab Sayafi’i.

Adapun sub tema yang akan dibahas nanti, seputar: Sejarah perjalanan mengenai paham Syafi’iyah hingga menyebar ke Indonesia, biogerafi serta relevansi pemikiran imam syafi’I, tokoh serta metode dakwal yang digunakan saat itu. Dsb.

Sekilas mengenai keutamaan Imam Syafi’i, bahwa sejak berumur 9 tahun, beliau sudah mampu menghapal al-Qur’an secara utuh. Dan Imam Syafi’I merupakan peletak batu pertama yang mengarang ilmu Ushul Fiqh lewat kitabnya yang judul Ar Risaalah, dan kitab fiqih-nya yang sangat fundamental sekaligus menjadi rujukan ulama setelahnya yaitu kitab Al-Um.

Untuk mengkaji tema ini secara lebih berkesinambungan, nantikan dalam kongkow minggu depan yang bertemakan “Kenapa Indonesia Ber-mazhab Syafi’i (mayoritas)”. Terima kasih.

Cairo, 21 Nopember 2011
By: Didi Suardi

Tuesday, November 15, 2011

Deskripsi Kongkow, tema: "Sekularisme Dalam Kacamata Islam"

Pembahasan tema kali ini merupakan kebalikan dari pada tema sebelumnya yaitu Khilafah Islamiyah, yang mana legistimasi hukum (negara khilafah) selalu berlandaskan atas normatif agama (islam). Maka hal ini menarik dan penting untuk diperbincangkan, sebagai salah satu antisipasi dalam memahami berbagai gerakan, pandangan dan pemikiran liberal saat ini.

Dalam pemikiran islam kontemporer, tinjauan Sekularisme menjadi salah satu tema sentral para tokoh-tokoh liberalis di era globalisasi sekarang ini, yang mana dalam idiologi sekularisme tsb. mengusung sebuah kebebasan berpikir dan pendapat dalam segala bentuk dan asumsi, sebagai upaya untuk mendirikan institusi, lembaga ataupun negara, tanpa berlandaskan atas agama/kepercayaan.

Sekularisme pun diartikan sebagai sebuah ideologi  yang menolak adanya campur tangan nilai-nilai keagamaan dalam urusan manusia secara total, baik dalam lembaga ataupun negara, yang mana lebih memandang pada bukti konkret dan fakta.

Karena Sekularisme dibangun atas dasar pola pikir filosofis manusia sebagai makhluk rasionalis, maka hal ini mengakibatkan urgensi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai estetika, kian hari semakin berubah-ubah. karena tidak adanya kepercayaan akan sumber ketuhanan, sebagai sumber yang mutlak atas kebenarannya.

Maka pola pikir yang demikian, tanpaknya bertentangan dengan Firman Allah SWT dalam surah Al-Ahzab ayat 72, yang berbunyi: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh.”

Untuk berbincangan lebih lanjut, nantikan ini dalam kongkow episode minngu depan, dengan tema: "Sekulaisme dalam Kacamata Islam."

Cairo, 14 November 2011
By: Didi Suardi

Saturday, November 12, 2011

Musik dan Sudut Pandang Ulama

Saat ini di era Modern, Musik sudah menjadi bagian instrumen yang cukup penting, sebagai satu alat yang mampu menghibur dan melupkan rasa kegembiraan. Tidak itu saja, musik pun sudah menjadi tradsi di berbagai tempat, dari perumahan hingga di klub-klub malam.

Tentu segala sesuatu pasti memilki nilai positive dan negative, yang mana hal ini lebih dikembalikan kepada sisiindividualisme seseorang dalam pengaplikasian dan cara pandang. Begitu juga dengan perbedaan pendapat para ulama dalam menghukumi musik itu sendiri.

Disini kami telah menguip beberapa pedapat ulama mengenai Musik/nyanyian. Walau pada kogkow kemarin, kami belum mememukan titik point akhir tentang definisi musik secara kompleteble (jami' dan mani'). Karena dalam hadist Nabi maupunpun nash al-Qur'an, kami belum menemukan istilah musik, yang kami temukan hanya istilah nyayian (al-ghina) dan syai'r. Terlebih kami kembalikan kepada para pembaca untuk menganalisis kembali dua istilah tsb (musik dan nyayian),

Pada episode kongkow lalu, ada beberapa sub-sub tema yang diperbindangkan. dari Mulaii merumuskan definisi musik itu sendiri, sejarah perkembangan, macam/aliran, hingga hukum musik yang ditinjau dari berbagai asumsi/pendapat ulama, baik ulama klasik maupun ulama kontemprer, yang mana musik sebetulnya kini sudah mengalami pergeseran makna dari zaman ke zaman

A. Hukum Musik/nyanyian

Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi musik/nyayaian: 1. Membolehkan , 2. Mengharamkan, 3 Memakruhkan.  

1. Pendapat Yang Membolehkan

Dengan dalil:

Hadis riwayat Bukhori-Muslim, bahwa (suatu hari) Abu Bakar ra. pernah masuk ke rumah Aisyah ra. untuk menemui Nabi SAW, ketika itu ada dua gadis disisi Aisyah yang sedang bernyanyi, lalu Abu Bakar ra. seraya berkata : ”Apakah pantas ada seruling Syaitan di rumah Rosulullah SAW?” kemudian Nabi SAW bersabda : “Biarkanlah mereka, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya.”.

2. Pendapat Yang Mengharamkan

Dengan dalil:

ومن الناس من يشترى لهـو الحديث ليضل عن سبيل الله بغير علم ويتخـذها هزوا أولئــــــك لهم عذاب مهين
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan." (QS. Lukman : 6)

ان الغــــــــــناء ينـــبت النفاق في القــــلب
“Sesungguhnya nyanyian itu dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati (seseorang)”

3. Memakruhkan, menurut:

  1. Imam Zarkasih dalam kitab Jamal alal manhaj, (Juz 4, hal 380)
  2. Imam Qhozali danlam kitab Ihya’ ulumuddin, (Bab al-sima’i, Juz 2)

B. Pandangan Ulama Kontemporer

  1. DR. Yusuf Qordlowi dalam kitabnya Fatawa Mua’shirah (Juz 2, hal 485), menyatakan: "bahwa nash-nash yang dijadikan dalil oleh golongan yang mengharamkan nyanyian, adakalanya (dalil) shahih tetapi tidak sharih (jelas), dan adakalanya sharih tetapi tidak shahih (benar).
  2. Al-Qadhi Abu Bakar ibnu Arabi berkata dalam kitab Al-Ahkam “Tidak ada sesuatu pun hadist yang sahih dalam mengharamkan nyanyian.” (Fiqih ala Madzahibul Arba’ah Juz 5)
  3. Ibnu Hazm: “Semua riwayat hadits tentang haramnya nyanyian adalah batil.”

C. Mauqif

Jumhur ulama sepakat menghalalkan nyanyian, dengan syarat:
  1. Lirik nyanyiannya sesuai dengan adab dan ajaran islam
  2. Gaya dan penampilannya tidak menggairahkan nafsu syahwat dan mengundang fitnah.
  3. Nyanyiannya tidak disertai dengan sesuatu yang haram, seperti minum khomer, menampakkan aurat serta percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. dsb

Dan berubah menjadi haram apabila keluar dari syarat-syarat di atas. sekian.
Semoga bermanfa'at

Cairo, 12 November 2011. 20.59
By: Tebuireng Center

Monday, November 7, 2011

Deskripsi Kongkow, tema: "Musik, Sejarah Hingga Peradaban Modern"

Seperti biasa, Para alumni Tebuireng yang tergabung dalam sebuah Organisasi almamater di Mesir. Kini, setiap minggunya mengadakan kumpul bareng yang dikemas dalam sebuah Kongkow, tujuan lain dari pada Konkow ini adalah untuk menyambung silaturahim dan bertukar pikiran.

Dan, Insya allah pada episode Rabu nanti, Kita akan mencoba berbicang dan mengkaji kembali seputar “Musik”, ditinjau dari ranah sejarah, filosofis, aliran/macam, hukum (menurut syari'at islam) hingga pengaruhnya terhadap peradaban Islam modern, yang mana musik sudah menjadi bagian dari pada romanitisme kehidupan.

Mengutip pendapatnya Socrates, seorang filosofis Yunani, ia mengatakan; “Bila seorang pria membiarkan musik membelainya, kemudian meresapi lagu-lagu yang bernuansa romantis, lembut, dan syahdu. Maka ia akan menjadi prajurit yang lemah”.

Ada pula, sebagian yang mengatakan bahwa musik itu haram (penulis mengalaminya langsung saat itu). Berarti (analoginya) jika musik itu haram, maka selama ini kami telah berbuat dosa, karena telah melakukan hal-hal yang diharamkan. (?)

Jika bercermin pada beberapa abad yang silam, banyak para ilmuan muslim yang koncen di bidang seni dan musik, seperti halnya: Ibnu Sina, di Barat ia lebih dikenal dengan nama Avicena, beliau mengarang sebuah buku yang lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diberi judul “Introduction to the Art of Music.”

Nama lain dari itu, seperti: al-Isfahani, ia pun mengarang sebuah buku yang kemudian juga ditejemakan ke dalam bahasa inggris, berjudul: “The Great Song of Music”

Untuk melengkapi instrument-instrumen, pendapat serta pandangan diatas, perlunya kita mengkaji dan berbincang secara lebih luas mengenai musik yang mana ditinjau dari berbagai aspek dan asumsi. Nantikan... dalam kongkow minggu depan dengan tema: “Musik, dari Sejarah Hingga Peradaban Modern”

Cairo, 06 November 2011. 21 55
By: Didi Suardi

Thursday, November 3, 2011

Syari’at dan Perspektif

Pada topik kongkow minggu lalu kita telah membahas satu tema yang berkenaan dengan Khilafah Islamiyah, yang mana suplementasi hukumya selalu mengunakan asas retorika hukum islam, baik hal itu menyangkit sistem perekonomian, hukum kriminalisme, perbankkan, pembagian harta peningalan dll.

Dan, pada episode kali ini, kita mencoba mengkaji dan berbincang ulang tentang hukum islam itu sendiri secara lebih mendalam. Besar harapan kami, semoga apa yang kami persentasikan bisa bermanfaat bagi diri kami dan seluruh umat islam di dunia pada umumnya.

Perkenankan kami untuk memulai dengan sebuah prolog singkat agar mengatarkan kita pada satu problematika mengenai Perspektif barat yang mengklaim bahwa hukum islam (seperti: Qishas, Rajam, Potong tangan, dsb) tidaklah manusiawi, hingga terkesan melangar hak-hak asasi manusia secara utuh.

Satu jawababan yang dilontarkan dalam sebuah buku yang berjudul “Islam dan Humanisme” yang dikarang langsung oleh sekelompok intelektual muslim (seperti: Hassan Hanafi, Nurcholish Madjid (alm), Bahtiar Effendi, M. Amin Abdullah dkk). Dalam buku tsb dikatakan bahwa “Seluruh produk hukum islam adalah manusiawi, karena semua itu bertujuan untuk menjaga harkat martabat serta hak asasi manusia yang paling mendasar/prinsipil. Hukuman mati untuk menjaga hak hidup, potong tangan untuk menjaga hak kepemilikan, jilid dan rajam untuk menjaga kehormatan.”

Pemberlakukan hukung syari’at dalam sebuah negara, tujuannya tidak lain adalah agar pelaku kriminalisme merasa jera dan tidak mengulangi tindakannya kembali. Serta hukum  hanyalah berpungsi sebagai wasilah untuk menjembatani antara hak satu dengan yang lainnya. Maka hukuman (seperti: Qishas, Rajam dll) tidak akan berlaku, jika seluruh umat (muslim) berjalan pada garis yang telah ditentukan (normal). Adapun tujuan lain dari pada penerapan syariat.

Tujuan Penerapkan Syari’at

Dalam sebuah buku yang berjudul “al-Wasits fi al-Qowa’id al-Fiqhiyyah” disebutkan bahwa sedikitnya ada 5 tujuan diterapkannya hukum syari’at:
  1. Memelihara agama
  2. Memelihara jiwa
  3. Memelihara akal
  4. Memelihara keturunan dan kehormatan, dan
  5. Memelihara harta.

Jenis-jenis Hukuman dalam Islam

Ada 3 jenis hukuman menurut mayoritas ulama, diantaranya : 1. Hudûd, 2. Jinâyat dan 3. Ta‘zîr.
1. Hudûd, contoh:
-         Hukuman pezinah : Rajam (bagi yang telah menikah), dan Jilid 100 kali & diasingkan (bagi yang belum menikah)
-         Peminum khamar : Dijilid 40 kali, pendapat lain mengatakan 80 kali.
-         Pencuri :Potong tangan
2. Jinâyât : 1. Qishâsh (dibunuh) dan 2. diyât (denda), contoh:
-         Pembunuhan
-         Penganiayaan yang berakhir dengan kematian
3. Ta‘zîr
Jika suatu tindak criminal tidak sampai pada satu batasan (kadar) yang telah ditentukan, maka hukumanya adalah ta’zir

Penerapan Hukum Islam di Indonesia

Yang menjadi perdebatan panjang pada kongkow kali ini yaitu munculnya sebuah pertanyaan: ”Buat apa kita belajar hukum islam hingga ke negri asing, jika pada kenyataanya hukum islam yang kita pelajari, tidak diterapkan dalam sebuah kehidupan. Apakah ini tidak bertentangan dengan ayat yang menyatakan?"

.وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Dan barang siapa yang tidak menghukumi dengan apa-apa yang telah diturunkan oleh Allah (Al-Quran), maka mereka adalah orang-orang kafir.” (QS. al-Maa'dah: 44)

Berbagai jawaban muncul dengan perspektik dan arah pandang yang berbeda sehingga terlihat munculnya sebuah beragaman dalam satu pemikiran. Dalam hal ini, penulis mohon maaf tidak mampu menuliskan satu persatu atas jawaban yang telah dikemukann, karena terbatasnya ruang dan waktu.

Berbagai kritik dan saran kami harapkan, terima kasih.

Cairo, 03 November 2011.
By : Didi Suardi